Senin, 17 September 2012

Seuntai Doa


Ya Allah,
Malam ini kubermunajat kepadaMu
Agar dalam sisa umurku, mohon Kau terus terangi jalanku
Bimbing aku selalu dalam setiap langkah
Dekap aku dalam gundah
Tegaskan aku dalam hidayah
Tegur aku atas salah

Ya Rabb,
Dalam kefakiranku, beri aku ilmu sebagai penuntunku
Dalam ketidaksempurnaanku, jadikanlah syukur sebagai kunci kebahagianku
Dalam kefanaanku, cukupkanlah amal yang kan menjadi pelitaku

Ya Rahman,
Damaikan jiwa yang sedang gelisah ini
Lelah mengejar hal yang tak pasti
Mendewakan duniawi
Mengagungkan pangkat dan materi
Memburu cinta yang tidak hakiki

Ya Rahim,
Jangan jadikan hati ini beku
Jangan jadikan akal ini mati
Jangan jadikan pancaindera ini sebagai pengingkar nikmat yang telah kau beri

Tuhanku,
Jika telah sampai batas waktu
Jemput aku dalam husnul hotimah
Tidurkanlah aku dalam tidur panjang yang damai
Lalu bangkitkan aku dalam senyuman

Dalam sujud kutinggikan namaMu
La ilaha Ilallah

STOP TAWURAN! PLEASE .....



Melihat beberapa cuplikan berita mengenai tawuran pelajar beberapa hari lalu, telah membuat hati ini miris. Sedih banget. Melihat mereka dengan garangnya saling berusaha menjatuhkan “lawan” . dengan pedang atau parang ditangan, dengan batu sebesar kepalan tangan atau dengan peralatan lain yang dialihfungsikan layaknya senjata perang. Memang bukan kejadian baru, tapi entah mengapa tayangan yang mengupas secara khusus mengenai tawuran ini kembali membuat diri ini berfikir. 

Pernahkah terlintas dalam benak mereka tentang dampak tawuran terhadap orang orang yang mereka cintai dan mencintai mereka, dalam hal ini keluarga secara khusus. Tentang perasaan orangtua, nenek dan anggota keluarga mereka yang sekian tahun bekerja keras demi pendidikan mereka dengan harapan bahwa mereka akan menjadi orang yang lebih baik dari orangtuanya, yang mengantar mereka ke sekolah dengan doa. Atau bahkan perasaan orang lain yang tak bersalah, yang telah menjadi korban baik fisik maupun benda atas tindakan anarkis mereka. Atau nyawa yang sekarang tidak lagi memiliki harga.

Harapan pupus hanya karena ego. Atas nama setia kawan, jiwa tersingkirkan. Akal sehat lumpuh hanya karena nafsu. Bangga jika mampu memenangi pertempuran, meskipun dalam kenyataannya semua berada dalam pihak yang kalah. Untuk bela siapa? Nama baik sekolahkah? Menjaga nama alumni yang telah menang dalam pertempuran sebelumnya?.  Tawuran selintas seperti penyakit yang telah mengakar dan sepertinya telah menjadi budaya. Melanda hampir seluruh tingkat usia, apakah para pelajar dari tingkat SMP atau SMA, mahasiswa yang seharusnya sudah memiliki pola pikir lebih dewasa , bahkan warga yang seharusnya menjadi panutan dalam hidup bermasyarakat. Mungkin usia tingkat SD saja yang masih bersih dari penyakit ini, ataukah memang sudah ada tapi belom tersorot? Naudzubillah.

Siapa yang salah? Entah. Tetapi yang pasti ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,  instansi pendidikan dan keluarga secara khususnya untuk terus melakukan pembinaan kepada bibit bibit muda negara ini.

Kematian memang takdir ilahi, satu hal yang tak bisa dipungkiri, namun jika hanya karena ego dan nafsu yang membuta telah membuat jiwa dan kebahagiaan terenggut, haruskah pertikaian tetap berlanjut?  

Tulisan ini hanya bersifat ekspresi, murni karena kesedihan jiwa yang memimpikan kedamaian di negeri tercinta ini.